Hendra Himawan *)
Tidak banyak yang tahu, lukisan
candi dengan beragam fasad bangunan, relief arca yang sering dijumpai di
buku-buku sejarah masa lalu merupakan hasil dokumentasi dan laporan perjalanan
dinas dari pegawai VOC ataupun turis dan pelancong asing di masa Hindia Belanda.
Saat itu, pemerintah Kolonial membuat proyek besar pendokumentasian daerah
jajahan yang berlangsung secara massive. Mereka mengirim para schilders-teekenars berkeliling pulau
Jawa dan pelosok Nusantara dengan tugas utama yakni melukis tumbuhan, pemandangan alam, manusia,
dan bangunan-bangunan candi Hindu. Salah satu hasil yang dapat kita nikmati
saat ini adalah terciptanya Kebun Raya Bogor melalui program dokumentasi oleh
"Komisi Reindwardt" (1817). Sketsa dan drawing menjadi senjata penting dalam kerja dokumentasi ini,
mengingat tidak semua pelukis yang dikirim adalah pelukis profesional. Kebanyakan
dari mereka adalah pegawai pemerintah yang mempunyai hobi, kemampuan melukis,
dan menggambar. Meskipun demikian, karya pelukis non profesional tersebut
justru penting bagi dokumentasi awal kekayaan alam dan budaya Hindia Belanda.
Selain itu, karya mereka juga penting sebagai peletak dasar teknik realisme
sekaligus menjadi pintu masuk bagi seni lukis modern Barat ke Hindia Belanda.
Kini, saya merasakan déjà vu ketika melihat karya-karya
sketsa yang dipamerkan di Tembi Rumah Budaya Yogyakarta ini. Layaknya schilders-teekenard masa itu, sepuluh sketcher
dalam pameran ini juga datang dari beragam profesi, dari peneliti hingga
seniman profesional. Mereka menampilkan ragam sketsa candi dalam berbagai
garis dan ekspresi. Sketsa yang diciptakan hadir sebagai satu karya utuh, bukan semata
gambar rancang bangun atau gambaran awal dari sebuah karya lukisan. Ketika
dicermati lebih jauh, karya-karya sketsa ini memang mempunyai nilai lebih. Ada nilai momentum, peristiwa, ruang dan
waktu yang tidak bisa diulang. Mengingat bahwa sketsa merupakan karya spontan,
yang dibuat secara langsung berhadapan dengan objek. Subjektivitas artist, terungkap dalam
gerak spontan dan ekspresi yang lugas. Imajinasi yang hadir berbalut
keinginan untuk mencermati detail fasad candi secara objektif. Sketsa-sketsa
candi ini seakan hadir menjadi ruang penting untuk membekukan realita dan ketakjuban, yang
dengannya kita menggugah nilai dan merawat ingatan. Senyatanya, ia menjadi satu
rekaman penting peristiwa, dan mungkin
bahan untuk sebuah kajian. Karya-karya sketsa ini bukan semata ekspresi jiwa
murni, namun nilai dokumentasi yang tentunya bernilai lebih dari sekedar
jepretan kamera.
______________
Penulis seni
rupa, bekerja di Sangkring Art Space Yogyakarta