Catatan Kuratorial Pameran "PASSIONFRUITS" Kelompok SMALL-SMALL

Oleh : Hendra Himawan*

Art is a passion or it is nothing.
(Roger Elliot Fry, English Post-Impressionist Painter and Writer, 1866-1934)


Perupa perempuan, perempuan perupa
Biasanya, dilematisasi posisi perempuan dalam dunia senirupa adalah ketika mereka dihadapkan pada posisi apakah menjadi perupa perempuan ataukah perempuan perupa. Perupa perempuan adalah mereka yang lebih memilih untuk lebur sepenuhnya ke dalam dunia seni dan ‘total berkarya’ sebagai pencipta, dimana idealisme dan ruh eksistensi memegang peranan penting yang harus selalu hadir dalam setiap karya. Terkadang mereka mampu mengesampingkan hasrat biologis maupun norma-norma etik yang ‘biasanya cenderung’ diskriminatif bagi perempuan dalam masyarakat patriarkal. Keberhadiran diri (eksistensi) mereka di ranah publik menjadi orientasi penting dalam segenap proses kreatif mereka. Sedangkan perempuan perupa adalah mereka yang juga berkarya namun lebih condong ke ranah privat, dimana mereka juga memilih untuk menjalankan amanah dari kodratnya, yakni berkeluarga, mengurus suami dan anak, ataupun bekerja di bidang lainnya. Meskipun demikian, bukan berarti mereka mengesampingkan kecintaan mereka akan kesenian. Justru karena tuntutan yang sedemikian banyaklah kemudian hasrat berkarya itu seperti udara kuat yang bersiap untuk meletup.
Pandangan tentang posisi perempuan dalam medan seni rupa yang disampaikan ini bukanlah bermaksud untuk melakukan dikotomi yang bertendensi dan berharap dipahami secara ketat. Namun semuanya serba cair.  Alih-alih berpijak dalam perspektif gender, akan tetapi lebih kepada bagaimana kita melihat sebuah spirit yang tetap dijaga kemurniannya, jauh dari tuntutan idealisme ataupun ego eksistensi yang kaku. Memaknai lebih dalam kecintaan mereka akan dunia yang digeluti, akan realitas keseharian yang mereka alami berikut pengalaman-pengalaman estetis yang mereka temui. Dari sanalah lahir karya yang benar-benar didasari oleh passion yang kuat, sebuah representasi diri yang utuh. Dan, spirit inilah yang hendak dihadirkan oleh setiap personel Kelompok Small Small dalam pameran perdana mereka yang bertajuk PASSIONFRUITS.

Segelas hasrat dan narasi keseharian.      

 “If the dream is a translation of waking life, waking life is also a translation of the dream.”
Rene Magrite (Belgian Artist, surrealist painter,  1898- 1967)

Dalam karyanya Andita “Dita” Purnama Sari menghadirkan figur manusia yang tengah duduk terhela disamping sosok pohon besar yang menyerupai tangan merengkuh. Figur laki-laki yang menyendiri mengesankan penantian dan permenungan yang dalam. Gurat-gurat metal  yang terlihat rapuh seakan menggambarkan emosi diri yang telah luruh. Seakan menunggu sesuatu untuk segera direngkuh, mungkin cinta, mungkin mimpi, dan mungkin pula harapan dan masa depan, seperti hal yang ingin selalu diperjuangkan Dita dalam keseniannya. Karya ini mampu menggiring imajinasi diri kita akan renungan yang mampu melahirkan optimisme dan kepercayaan,  sebagaimana percayanya Dita dimana seni akan selalu mampu menebar cinta kasih di bumi. Pun demikian dengan karyanya yang lainnya.  Visualitas alam yang menjadi ciri khas dan nafas berkesenian Dita, dihadirkan dalam figur pohon yang menyerupai tangan yang  tampak menengadah, seolah menopang sesuatu. Bentuknya yang masif dan kekar bermaterialkan alumunium yang solid semakin menunjukkan betapa figur itu mampu menahan sesuatu seberat apapun. Melalui  karya ini mampu kita lihat spirit Andita yang kuat untuk terus menopang segenap gagasan dan proses kreatifnya. Maka bersenyawalah laku kreatif Dita dengan pernyataan Benjamin Franklin,  “if passion drives you, let reason hold the reins.
Rennie ‘Emonk’ Agustine banyak bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan tentang  eksistensi diri dan realitas akan konsep pertemanan.  Bagaimana ia mencoba untuk memaknai hal-hal kecil yang ada disekitarnya, pertemanannya dengan sahabat dan karibnya, binatang kucing peliharaannya, maupun ‘pertemanannya’ dengan dirinya sendiri! Objek kucing dan sosok perempuan yang ditampilkannya merepresentasikan dirinya dengan binatang peliharaan yang selama ini menjadi temannya, maupun representasi antara diri dengan lingkungannya. Karya  Emonk hadir  dengan tampilan yang manis dan cenderung ‘nakal’. Ia hadir sebagai buah dari eksperimentasi estetik yang dilakukannya dalam keseharian, bukti dari perjuangan dan passion yang begitu dalam. Mimpinya terus  bergerak melawan stagnasi  dan tetap bermain layaknya perempuan kecil yang hadir dalam karya-karyanya.
   Dalam pameran ini Trien”Iin” Afriza banyak mengolah gagasannya dalam bidang dua dimensi, ruang yang merebut perhatiannya dalam laku kreatifnya akhir-akhir ini.. Seakan menemukan kembali dunia yang telah memahamkannya akan kesenian, dalam deretan kanvasnya Iin hendak bercerita tentang banyak hal. Lihatlah dalam Girls With Many Desire (2011), figur imajiner  dengan sulur yang terurai beterbangan seolah menjadi penanda begitu banyaknya gagasan dan ide yang ingin diciptakan, pun dengan hasratnya yang kuat untuk melakukan banyak hal. Perempuan multitasking. Inilah gagasan yang ingin diungkapkan Iin, dan mungkin itu pula realitas dirinya. Melihat spririt Iin bolehlah kita sitir suara Marry Cassatt (American painter and printmaker, 1844-1926), If painting is no longer needed, it seems a pity that some of us are born into the world with such a passion for line and color.
Meskipun kanvas menjadi media baru dalam jelajah kreatifnya, namun karakter Iin yang dikenal kuat dalam mengolah keramik menjadi minisize instalation hadir dalam Tour de Imagination (2010). Toilet-toilet kecil dengan roda kecil didasarnya seolah menggelitik kesadaran kita, bahwa terkadang memang gagasan kreatif itu bisa  muncul dimana saja, tak mesti dibangku-bangku akademi tetapi juga toilet kamar mandi! Disini Iin tampak cukup nakal dalam menghadirkan tautan antara imajinasinya dengan narasi-narasi keseharian.
Wahyu “Adin” Widyardini tampak begitu menikmati kehadiran figur anjing dalam deretan kanvasnya. Seakan meluruh dengan ekspresinya, pergulatan hati dengan anjing-anjing kesayangannya tampak terasa dalam guratan kanvas yang kental dengan brushstroke dan nuansa basah. Nobleman Face (2011) dan Red Dog (2011) adalah buktinya. Muka masam sedikit angkuh namun menggelitik senyum ditampilkan Adin sebagai bagian dari catatan-catatan bahagia saat ia bergumul dengan polah tingkah anjing-anjingnya itu. Meskipun saat ini si Puggo jantan, anjing kesayangannya yang menjadi model lukisan Nobleman Face telah meninggal, namun senyatanyalah gairah Adin tidaklah redup. Sebab sebelum meninggal, sang jantan telah meninggalkan janin dalam si Omas, sang betina. Ada kebahagiaan yang dinantikan Adin dalam dua bulan lagi!.
Tak hanya pada kanvas, Adin pun mencoba untuk menjelajahi media baru dalam format tiga dimensi berbahan alumunium yang solid. Figur anjing Pug hadir menunjukkan kemanjaannya. Keanggunannya dihadirkan Adin yang mengingatkan risalahnya dulu yang menjadi  penghibur kaisar-kaisar Tiongkok pada masa dinasti Shang (1776-1122 SM). Kepopuleran anjing ini menyebar sampai Tibet dan banyak dipelihara oleh para biksu.
Passiflorence yang menenangkan
                Pameran kelompok Small Small ini bukanlah sebuah pameran yang hadir secara mentah. Proses persiapan yang begitu lama, berseling dengan seabreg kesibukan mereka, tampak terlihat dari sekian karya yang dipamerkan. Setiap gagasan tidak hadir begitu saja, sebagaimana si buah Passionfruit (Markisa) yang biasa langsung dimakan mentah-mentah, namun kesemuanya melewati permenungan yang panjang berikut laku kreasi yang menyenangkan dan menenangkan. Sebagaimana Passiflorence dalam Markisa, berkarya menjadi satu hal yang pastinya mampu menenangkan gairah mereka yang terus merambah, dan tentunya pula menenangkan mata publik yang melihat karya mereka, saya dan anda semuanya. Selayaknya aroma passionfruit dalam Estee Louder dan The Body Shop yang memikat dan tahan lama, begitulah harapan kita pada “kelompok kecil-kecil” ini, karena senyatanya "Passionfruit are better value when small -(small)-"!

*Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana ISI Yogyakarta, menulis dan berkarya di Yogyakarta.
                                                                     







Passionfruits dan Buah-buah Kecintaan!

Posted on

Jumat, 18 November 2011

Leave a Reply